Selasa, 08 Mei 2012

Kota Sengkang, Surga Sutra di Timur Indonesia
 Sengkang kota sutra di Sulawesi Selatan,
WAJO - Kota Sengkang. Nama kota kecil yang berjarak kira-kira 250 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan ini memang belum banyak terdengar. Namun, siapa yang menyangka, kota ini merupakan surga kerajinan sutra di Indonesia timur. 

Hampir seluruh warga di kota ini menggeluti kerajinan sutra. Bahkan, mereka pun melakukan proses pemeliharaan ulat sutra di rumah-rumah. Seperti pemandangan yang terlihat di sebuah desa di Kecamatan Sabbangparu. Hampir seluruh kolong rumah warga di kampung ini merupakan kandang ulat sutra. Kondisi tanah yang subur memudahkan para warga untuk menanam pohon murbei yang merupakan pakan ulat sutra.

"Dalam sehari kita harus kasih makan lima kali. Baru kalau malam dikasih lampu biar terang," ujar Minintang, salah seorang peternak ulat sutra, Selasa (8/5/2012).  Benang sutra yang dihasilkan dijual dengan harga Rp 340.000 per kilogram.
Seorang pengrajin sutra di Sengkang Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan tengah memintal benang dengan peralatan tradisional.
Nah, selain menjual benang, warga juga memanfaatkan benang hasil pintalannya ini dengan bertenun. Mereka menggunakan alat tradisional untuk merangkai untaian benang sutra menjadi bentangan kain yang indah dengan berbagai motif dan corak.

Ada dua jenis alat tenun yang lazim mereka gunakan. Yang pertama adalah alat tenun "bola-bola" dan yang kedua disebut "bola". Meski namanya mirip, namun kedua alat ini tentu berbeda. Alat tenun "bola-bola" digunakan dengan menggunakan kedua tangan serta kaki. Sementara alat tenun "bola" hanya menggunakan tangan yang benangnya dimasukkan satu per satu.

"Kalau 'bola bola' caranya digunakan gampang dan cepat. Tapi kalau yang 'bola' susah dan lama bikinnya, tapi bagus kualitasnya harganya juga mahal," ujar Nurmi salah seorang perajin sutra.

"Bola-bola" mampu menghasilkan satu sarung selama empat hari dengan harga berkisar Rp 60.000- 70.000 per helai. Sementara "bola" memakan waktu lebih lama. Untuk satu buah sarung diperlukan waktu dua bulan. Namun alat tenun bola ini menghasilkan sutra yang berkualitas dengan harga Rp 600.000-900.000 per helainya.
 
Seorang pengrajin sutra di Wajo Sulawesi Selatan tengah menenun kain sutra dengn peralatan tenun "Bolabola" tradisional
Selain corak dan motif yang unik, proses pembuatan hingga pewarnaan masih menggunakan bahan alami. Para perajin Sangkang memakai pucuk daung mangga, getah pohon, daun pandan hingga kunyit untuk memberi aksen pada hasil tenun. Menurut Nurmi, hal ini dilakukan untuk memberikan kualitas warna abadi yang tak termakan usia.

Proses yang sama pun dilakukan saat membuat kain sutra. Menurut Nurmi, kain sutra memungkinkan pembelinya untuk mengkreasikan hasil tenunan sesuai dengan selera. Mereka bisa menjadikannya baju, aksesoris atau bahkan tas.
 
kain sutra Wajo Sulawesi Selatan. dijadikan berbagai macam aksesoris
Sayangnya, hingga kini, produk natural yang membanggakan ini masih terganjal masalah pemasaran. Umumnya, barang-barang istimewa ini dijajakan oleh para perajinnya di pasar-pasar tradisional. Selebihnya, tak ada pilihan lain, kain-kain istimewa itu dijual dengan harga murah kepada pengusaha lokal. Para pengusaha itu yang kemudian mengeruk keuntungan besar dengan mamasarkannya ke mancanegara.

Harga kain pun melambung, namun keuntungan besar didapat oleh pemodal. Jerih para penenun seolah tak terbalas....